Jurus Prabowo Lawan Stunting: Makan Bergizi

Jakarta, PaFI Indonesia — Makan Bergizi, Stunting masih menjadi ancaman bagi generasi muda Indonesia. Tak ayal, pemerintah menempatkan upaya pengentasannya sebagai salah satu program prioritas.
Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes), stunting adalah keadaan tatkala tinggi badan anak lebih rendah dari rata-rata untuk usianya karena kekurangan asupan gizi terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) atau pada saat masih di dalam kandungan hingga masa pertumbuhan.

Selain berdampak negatif pada kecerdasan, anak stunting berisiko lebih tinggi menderita penyakit tidak menular saat dewasa, seperti diabetes, kanker, hingga jantung.

Pemerintah pun tidak tinggal diam. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan tegas mengarahkan anak buahnya untuk menekan angka prevalensi stunting selama kepemimpinannya.

Beragam cara dilakukan pemerintah mulai dari edukasi ke masyarakat hingga program meningkatkan gizi ibu dan anak seperti pemberian tablet tambah darah, pemeriksaan kehamilan dan pemberian makanan tambahan.

Bahkan, pada 2021 lalu, Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi di antara pemangku kepentingan.Beleid ini merupakan pengganti Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan perbaikan Gizi.

Dalam beberapa kesempatan, Jokowi juga kerap mengajak masyarakat untuk berupaya bersama menekan angka stunting di lingkungan sekitar. Sebab, stunting tidak masalah makanan, tetapi juga menyangkut kondisi air, sanitasi dan lingkungan.

“Ini memang kerja bareng-bareng, kerja bersama, kerja terintegrasi, kerja terkonsolidasi sehingga hasilnya akan kelihatan,” ucap Jokowi saat meninjau kegiatan Gerakan Intervensi Serentak Pencegahan Stunting di Posyandu Integrasi RW 02 Cipete Utara, Jakarta Selatan, pada Selasa (11/6) lalu.

Hasilnya, angka stunting di Indonesia menurun selama 10 tahun terakhir. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dirilis Kemenkes, pada 2013, angka prevalensi stunting di Indonesia masih 37,2 persen. Pada 2023, angkanya sudah turun menjadi 21,5 persen.

Meski melandai, angka tersebut masih belum memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menetapkan batas prevalensi stunting suatu negara di bawah 20 persen.

Penurunan tersebut juga masih jauh di bawah target pemerintah. Pasalnya, tahun ini, pemerintah menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen.

Salah satu penyebab intervensi pemerintah belum optimal adalah penggunaan anggaran program yang tidak tepat sasaran.

“Contoh, ada anggaran stunting Rp10 miliar, coba cek, lihat betul untuk apa Rp10 miliar itu. Jangan membayangkan nanti ini dibelikan telur, susu, protein, sayuran,” ungkap Jokowi di Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2023 di Jakarta, Rabu (14/6).

“Rp10 miliar untuk stunting, dicek, perjalanan dinas Rp3 miliar, rapat-rapat Rp3 miliar, pengembangan bla bla bla Rp2 miliar. Yang benar-benar beli telur hanya Rp2 miliar. Kapan stunting akan selesai kalau caranya seperti ini?” sambungnya.

Padahal, pengentasan stunting menjadi penting di tengah upaya Indonesia mewujudkan mimpi generasi emas pada 2045. Saat itu, Indonesia diharapkan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu membawa bangsa menjadi negara maju.

Karenanya, anak-anak Indonesia harus mengonsumsi makanan bergizi sejak dini. Itu bukanlah hal mudah. Masih banyak keluarga berpenghasilan rendah di Indonesia yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terlebih memberi makanan bergizi bagi anak-anaknya.

BPS mencatat, angka kemiskinan Indonesia masih 9,03 persen pada Maret 2024 atau setara 25,22 juta orang dengan pengeluaran di bawah Rp582,9 ribu per bulan per orang.

Inisiasi Makan Bergizi Gratis

Melihat hal itu, Presiden-Wapres RI 2024-2029 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming mengangkat makan bergizi gratis sebagai salah satu program unggulan pada masa pemerintahannya.
“Masalah makan ini bukan masalah untuk cari disenangi, untuk mencari popularitas, tidak, ini masalah strategic, ini adalah menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia,” kata Prabowo di Rakornas Legislatif PKB, Jakarta, Kamis (10/10) lalu.

Awalnya, Prabowo-Gibran dan jajaran Tim Kampanye Nasional (TKN) menggembar-gemborkan program ini dengan nama ‘makan siang gratis’. Nama ini masih bertahan hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Prabowo-Gibran sah menjadi pemenang Pilpres 2024.

Pada perjalanannya, Ketua Dewan Pakar TKN Budiman Sudjatmiko mengungkapkan program tersebut berganti nama menjadi makan bergizi gratis dengan mengutamakan pemanfaatan sumber pangan lokal.

“Sekarang makan bergizi gratis bukan berarti rencana awal makan siang gratis itu tidak bergizi, cuma waktu makannya itu tidak dibatasi. Jadi, ada dua kemungkinan, bisa diganti makan pagi untuk sarapan,” jelas Budiman seperti dikutip detikcom pada Mei lalu.

Program ini sedianya menyasar 82,9 juta anak sekolah dan pesantren di seluruh Indonesia dengan perkiraan kebutuhan anggaran Rp450 triliun per tahun. Namun, penyelenggaraannya akan dilakukan secara bertahap sembari berkoordinasi dengan pemerintahan Jokowi untuk persiapan.

Dukungan pemerintahan Jokowi tercermin dari pembentukan Badan Gizi Nasional dan penunjukkan Dadan Hindayana sebagai kepala pada 20 Agustus 2024 lalu. Badan ini bertugas untuk melaksanakan dan mengelola anggaran makan bergizi gratis.

Dalam penyusunan APBN 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengalokasikan anggaran makan bergizi gratis sebesar Rp71 triliun. Pada tahun pertama, program ini menyasar 15,42 juta masyarakat, mulai dari anak usia balita, siswa sekolah dasar-menengah, santri di pesantren, hingga ibu hamil dan menyusui.

Salah satu respons datang dari Adhinda (29), seorang ibu dengan anak berusia 2,5 tahun. Menurutnya, jatah Rp15 ribu mungkin mencukupi untuk masyarakat menengah ke bawah jika digunakan dengan baik.

Namun untuk anaknya sendiri, jatah Rp15 ribu untuk makan siang sepertinya kurang memenuhi kebutuhan gizi si kecil.

Adhinda bercerita biasanya menyiapkan sarapan untuk anaknya dua butir telur dengan nasi atau roti, juga disertakan dua sosis. Kemudian untuk makan siang, ia biasanya menyajikan nasi dengan ayam goreng.

“Nah, jadi kalau berpikir Rp15 ribu memenuhi gizi anak aku, yang di mana dia masih membutuhkan 1.000 hari pertama golden days-nya, sepertinya masih kurang,” katanya beberapa waktu lalu.

Menurutnya, dengan Rp15 ribu, satu anaks ebenarnya bisa diberi makan dengan nasi, telur, sayur, hingga tempe dan tahu. Akan tetapi, lanjut Adhinda, kebutuhan gizi akan lebih tercukupi jika makan siang yang disajikan per hari lebih bervariasi dan tidak itu-itu saja.

Uji Coba Makan Bergizi Gratis

Untuk menyempurnakan program tersebut,
Tim Prabowo-Gibran melakukan sejumlah uji coba skema penyalurannya di sejumlah sekolah, tidak hanya di Jawa tetapi juga di luar Jawa.

Uji coba perdana dilakukan pada Agustus lalu di sejumlah sekolah di Kota Tangerang, Banten. Kemudian, uji coba dilakukan di sekolah-sekolah lain.

Pada Agustus lalu, misalnya, Pemprov DKI Jakarta melakukan uji coba makan bergizi gratis di SMA 70 Jakarta.

Selain skema penyaluran, uji coba juga menyajikan menu dengan harga yang berbeda-beda mulai dari Rp15 ribu hingga Rp25 ribu.

“Sekarang sudah ratusan uji coba. Sudah ratusan titik uji coba. Dan Alhamdulillah uji cobanya sebagian besar sukses,
” kata Prabowo saat menghadiri BNI Investor Daily Summit 2024 di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (9/10).

Berdasarkan kajian terakhir, Kepala Badan Gizi Gratis Dadan Hindayana mengungkapkan pembagian makan gratis akan dilakukan oleh satuan pelayanan dan bisa dilakukan pada dua waktu, pagi dan siang hari. Kendati, setiap siswa hanya menerima satu porsi makan sehari.

Badan Gizi Nasional menargetkan sekitar 30 ribu satuan pelayanan untuk menjalankan program tersebut. Satuan pelayanan beda dengan dapur umum. Satuan ini bukan hanya tempat memasak makanan, melainkan penampung dari produk pertanian lokal.

Dadan menargetkan 30 ribu satuan pelayanan itu bakal terbentuk paling telat pada 2027 mendatang sehingga pelaksanaan program ini bisa optimal untuk meningkatkan kualitas gizi anak bangsa. Apabila sudah berjalan penuh, anggarannya bisa menghabiskan Rp1,2 triliun per hari.